Belajar Itu Investasi Dalam Kehidupan
Kalau kita perhatikan, ternyata banyak orang lebih suka memilih tidak belajar dan dapat hasil minimal ketimbang belajar dan mumet lalu hasilnya maksimal.
Contohnya saja, pernah ada seorang karyawan yang resign karena diharuskan belajar sesuatu yang baru. Padahal, belajarnya dia itu dibayar. Misalnya dalam dunia masak, ketika kerja di kitchen, dia akan belajar banyak hal baru. Tapi, alih-alih belajar dan mengembangkan karir, banyak yang ogah-ogahan dan resign. Atau malah kemudian diberhentikan.
Dan ini tidak terkait dengan mentalitas karyawan saja. Banyak juga pengusaha yang malas belajar demi dapat order yang lebih besar. Misalnya saja, Anda punya calon supplier, syarat untuk jadi supplier adalah mau mengantarkan barang. Apakah yang bersangkutan mau belajar tentang hal baru mengenai pengantaran? Ternyata banyak yang tidak mau. Alasannnya simpel….gini aja sudah dapat rejeki. Ngapain harus lebih.
Atau katakanlah makloon ke penjahit. Ada penjahit yang malas belajar tentang trend terbaru atau menjahit sesuatu di luar kemampuan dia saat ini. Padahal sama-sama menjahit, kan harusnya ya bisa. Tapi ternyata banyak yang tidak mau dan akhirnya tidak mampu. Lalu, pas ada peluang order, akhirnya dia tidak dapat ordernya.
Mentalitas ini juga terjadi di banyak pengusaha lainnya. Alasannya satu : malas repot. Padahal, salah satu yang paling menarik dari dunia bisnis adalah kesempatan belajar yang begitu luas. Seorang karyawan mungkin hanya akan belajar di bidang yang dia kerjakan. Namun, seorang pengusaha bisa belajar marketing, operasional, HRD, keuangan, dll.
Salah satu cara agar belajar bisa lebih cepat dan tidak bikin frustasi adalah punya guru/mentor. Sayangnya, banyak juga yang malas mengeluarkan duit demi belajar. Lha sekolah anak SD aja bayar, apalagi belajar jadi pengusaha yang jelas-jelas menghasilkan duit. Masak ogah bayar. Kan malu sama anak SD.
Banyak juga yang memilih cara otodidak dengan trial and error. Ini bukan pilihan yang salah. Tapi bukan pula pilihan yang murah. Kesannya saja tidak bayar. Padahal, biaya trial and error itu SANGATLAH TINGGI. Dan percayalah biayanya tidak akan murah. Setiap keputusan yang keliru itu artinya biaya yang terbuang. Inefisiensi ini bisa kita hindari kalau sejak awal kita punya mindset untuk belajar dengan benar dari pakarnya.
Carilah guru/mentor yang bisa dipercaya. Lihatlah track recordnya dengan seksama. Mumpung masa pandemi, kita bisa hibernasi dan memberi alokasi waktu lebih untuk belajar. Nanti, setelah pandemi selesai….siapa yang belajar dan praktek paling banyak, dialah yang Insya Allah jadi pemenang.
Nah, Kampus Kuliner ini didirikan oleh para praktisi bisnis. Khususnya adalah praktisi bisnis kuliner. Anda akan dapat benar-benar belajar dari orang yang sudah mendalaminya. Ikut deh ke kelasnya dan rasakan hasilnya.